Hening tercipta dikala hati dan pikirku menyatu, membawa jiwa jauh dari raga berangan bebas tentang sosok itu..
Angan terbawa jau, menembus tujuh lapis langit dibumi terbang bersama khayalku dan semua mimpi tentangmu...
bagai sejuknya embun menetesi tipa celah dihatiku, sesejuk rasa cinta yang aku teteskan direlung hidupku.. tak banyak akta yang bisa menuliskan makna dari pancaran matat dan detak jantungku saat menatap bisu sosokmu.. tapi, sangat banyak cara yang bisa kulewati untuk dapatkan hatimu
jika hari ini adalah angan. mungkin saja esok lusa akan jadi nyata. dan jika hari ini caraku gagal untuk mencintaimu esok hari aku akan memulai cara baru untuk membuatmu bertekuk lutut dan mencintaiku.
kau
bangunkan aku dari mimpi yang belum usai yang membuat aku tak bisa
tidur"tentang kejujuran". didiri manusia untuk menemukan kejujuran
seperti mencari jarum ditengah laut, saat ini, jaman ini jaman yang
telah penuh virus teknologi, aku mencari kejujuran disekolah-sekolah
SD,SMP, SMU, tak kutemui, dipasar-pasar tak kujumpai, kucoba ditiap
instansi tak ada,dikantor, sekolah, desa tak ada, kecamatan tak ada,bupati,
Universitas, sampai presiden juga tak ada...lalu kejujuran pindah
kemana, pergi kemana ? pohon yang diam, ditengah desa sepi memecah
malam gagah mengikuti angin, hai pohon, dimanakah kejujuran itu berada,
lalu dia menjawab kejujuran sekarang sudah dijual belikan, apakah kamu
mau membeli kejujuran..harganya mahal, sama dengan harga diri, dulu
ketika zaman cuma pakai Lentera, tak ada komputer tak ada laptop,
kejujuran itu milik kita bersama dan kejujuran tak ada harganya tak
bisa dijual dan sekarang lain jamannya lebih baik diam dengan kejujuran
..terlalu banyak kata, nanti jadi tidak benar, hai manusia kalau kamu
mau beli kejujuran cari di penjual pakaian bekas atau di penjual loak,
sekarang sudah banyak mau borong berapa? aku hanya geleng kepala,
cinta,
hanya engkau yang tahu benar dan yang salah, karena aku yakin
kejujuran itu masih banyak...hanya terselip disela-sela baju bagus
karena malu untuk mengeluarkannya atau barangkali terlalu mahal untuk
diketahui..
cinta aku mempercayaimu untuk bisa berlaku jujur,
simpan dan bagikan untuk anak cucu bangsa indonesia agar anak cucu
berani mengatakan jujur"
cinta, cinta mari kita tidur lagi...meneruskan kejujuran ini,
#Refleksi Pergantian Tahun
Dengan semakin meninggkatnya kebutuhan masyarakat pada
saat ini banyak dari pada mereka yang
tidak sungkan lagi untuk mengambil jalan singkat agar dapat memenuhi segala
kebutukan hidupnya. Salah satunya memaksakan kehendak pada orang lain agar
mereka dapat melaksanakan kemaunnya.
Seperti halnya yang dilakukan Ny.Santi (ibu) dalam
naskah ini yang rela memaksakan kehendak pada anak-anaknya agar mereka
menjalankan keinginannya yang terkadang tidak masuk akal. Dan dari fenomena
inilah maka naskah ini saya angkat.
TOKOH
1.Ibu (Ny.Santi) :
keras, memaksakan kehendak, gila harta, dan penjudi.
2.Hendra :
perhatian dan suka membela adiknya.
3.Hasna :
penyayang dan pendiam.
4.Hasti :
suka melawan dan mudah mengambil keputusan.
5.Tn. Joko :
playboy dan selalu mengandalkan
hartanya.
ADEGAN I
IBU:
(Berteriak mamanggil anak-anaknya)
Hendra…. Hasna….Hasti…. Cepat kemari.
HENDRA:
(Keluar dengan membawa gitar) Ada apa bu?
IBU:
Dimana adik-adik mu?
HENDRA :
Apa ibu lupa kalau ibu telah menyuruh Hasna untuk pergi berbelanja, sedangkan
Hasti ia belum pulang sekolah. (Sambil
duduk di kursi bermain gitar).
IBU :
Hentikan permainan gitar mu itu, ibu pusing mendengarkan suara bising
itu tiap hari. Hendra besok kau harus ikut ibu.
HENDRA :
Kemana bu? (bingung)
IBU :
Besok ibu akan membawa mu untuk bekerja di sebuah perusahaan milik paman
mu.
HENDRA :
Perusahaan! Tidak bu, aku tidak mau. (Menentang
ibunya sambil berdiri dari tempat duduknya) Aku hanya ingin berkesenian,
aku tidak mau konsentrasi ku di gang dengan hal-hal lain selain music.
HASNA :
Aku pulang. (Membawa tentengan
hasil belanjaannya sambil berjalan tertatih-tatih)
IBU :
Dari mana saja kau anak cacat? Apakah orang berbelanja membutuhkan waktu
2 jam setegah?? (Memarahi Hasna yang baru
pulang dari pasar)
HASNA :
Maafkan aku ibu, sebab tadi di perjalanan pulang terjadi demo penurunan
harga BBM jadi jalanan macet total. (Mencoba
menjelaskan kepada ibu)
IBU :
(Marah) Allllaaaah…..
kau memang selalu banyak alasan, pasti kau mampir dulukan di rumah teman mu!
Tidak perlu buat alasan bahwa di perjalanan tengah terjadi demo.
HASNA:
Aku tidak bohong bu, tadi benar-benar……. (Belum sempat Hasna membela diri, tiba-tiba Hasti pulang dari sekolah)
HASTI :
Aku pulang. Woow… hari ini benar-benar udara sangat panas.. Kak Hasna
aku lapar, kakak sudah masak kan? (Sambil
meletakkan tasnya di samping gitar Hendra)
IBU :
Apa kata mu, LAPAR! Enak sekali kau berkata seperti itu, baru pulang
sekolah langsung minta makan, memangnya kau punya pembatu, anak ku ingat di
rumah ini kau bukan seorang ratu. (Memarahi
anaknya)
HENDRA :
Ibu… (membentak ibunya)
HASTI :
(Jengkel mendengarkan ocehan ibunya) Ada apa dengan ibu? Apa ibu kalah judi lagi? Apa sudah tidak ada lagi barang
di rumah ini yang dapat ibu gadaikan?
IBU :
Kurang ajar, apa seperti itu yang di ajarkan oleh guru mu di sekolah
hahh! (Berusaha menampar Hasti, tiba-tiba
Hendra menghalangi tamparan ibunya)
HENDRA :
Apa yang akan ibu lakukan! Tidak sepatutnya ibu seperti itu, Hasti masih
kecil bu, ia belum dapat mengontrol perkataannya. (Menghalangi tamparan ibunya)
HASTI :
Ibu tega ingin menampar ku! Ingat bu aku anak kandung ibu, ketika ayah
masih hidup ibu tidak pernah memperlakukan aku seperti itu tapi kenapa sekarang
ibu berubah. Sebagai seorang ibu, ibu
sudah sangat keterlaluan.
HASNA :
(menggandeng tangan Hasti dan mengajaknya masuk)
IBU :
(Sambil berteriak) Dasar kalian anak yang tidak tahu sopan santun, apa pantas kalian
berkata seperti itu pada orang yang telah melahirkan kalian. Seharusnya kalian
dapat menghargai saya sebagai ibu kalian.
HASTI :
(Berhenti sejenak dan sedikit menoleh kepada ibu). Kalau ibu memang ingin dihargai maka ajarkanlah kepada kami bagai mana
cara menghargai orang tua.
HENDRA :
Tidak malukah ibu di tegur oleh anak ibu sendiri, sadarlah bu sebelum
semunya terlambat. (Membawa Hasna dan
Hasti masuk ke kamar, ibu menatap mereka dengan sinis)
ADEGAN II
(Di sebuah restoran ibu membuat janji dengan Tn.Joko)
Tn. JOKO :
Hai Ny.SANTI, maaf karena Anda harus menunggu lama. (Bersalaman dengan Ny.SANTI)
Ny.SANTI :
Ah… Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong ada angin apa sehingga tuan memanggil
saya ke tempat ini? Kalau yang ingin tuan bicarakan tentang hutang-hutang ku
pada tuan maka maaf sebab saat ini saya masih belum dapat membayar utang-utang
saya itu. (Menundukkan kepala karena merasa
malu atas hutang-hutangnya yang belum dapat dilunasi)
Tn.JOKO :
Oh… Tidak, bukan seperti itu. Kau salah berprasangka.
Ny.SANTI :
Kalau bukan itu apa? (Binggung)
Tn.JOKO :
Begini Ny.Santi (Agak ragu-ragu). Emm…
anda sudah tahukan bahwa hubungan saya dengan ketiga istri saya saat ini dalam
keadaan kurang baik. Jadi saya bermaksud untuk…
Ny.SANTI :
(Memotong perkataan Tn.Joko) Tuan bermaksud untuk menceraikan mereka?
Tn.JOKO :
Tidak.. tidak.. tidak seperti itu.
Ny.SANTI :
Lalu bagaimana?
Tn.JOKO :
Saya bermaksud untuk menikah lagi.
Ny.SANTI :
Menikah lagi? (Sambil malu-malu
mengusap rambunnya) Aduh maaf tuan Karena untuk saat ini saya belum
berfikir untuk menjalin hubungan rumah tangga dengan orang lain dulu.
Tn.JOKO :
Apa dengan Anda!!! Saya tidak bermaksud menikah dengan Anda tapi dengan putri
bungsu nyonya yang bernama Hasti. (Tn.Joko
mencoba menyampaikan maksudnya mengundang Ny.Santi)
Ny.SANTI :
Ohhhh….. ternyata bukan saya, ah aku jadi malu. (Terkejut) Tapi apa!! Tuan bermakud menikahi putri bungsu saya?
Maaf, apakah tuan tidak salah bicara?
Tn.JOKO :
Tidak, tidak sama sekali. Ketika aku melihat putri bungsu mu itu, aku
telah menaruh hati padanya, setiap malam hanya bayang-bayang putri mu itu yang
selalu hadir di fikiran ku.
Ny.SANTI :
(Agak sedikit ragu) Tapi tuan Hasti masih kecil apalagi ia baru saja duduk di bangku SMA
mana mungkin dia mau menikah, kalaupun akhirnya dia menikah bagai mana dengan
sekolahnya? Jelas ia tidak akan mau melepaskan sekolahnya itu yang telah
menjadi keinginan terakhir ayahnya agar ia terus melanjutkan pendidikannya. (Mencoba menjelaskan) Emm…. Tapi kalau
tuan tetap bersikeras mau menikahi anak saya, bagai mana kalau dengan Hasna
saja?
Tn.JOKO :
Apa Hasna? Aduuh Ny.SANTI ni bagai mana sih! Nyoya sendiri kan tahu
bagai mana keadaan anak anda yang satu itu. Mana mungkin Tn.Joko Djoyo
Diningrat menikhi seorang gadis cacat, apa kata orang nANTInya. (Menolak Hasna secara mentah-mentah) Kita
kembali ke Hasti, Zaman sekarang ini jangankan SMA, anak SMP saja sudah banyak
yang telah menikah. Kalau masalah sekolahnya kan dia bisa pindah ke sekolah
swasta yang pentingkan intinya dia masih dapat menuntut ilmu jadi tidak mesti
harus di sekolah negeri. Lagi pula kalau saya dapat menikah dengan putri mu itu
maka semua hutang mu pada ku akan aku anggap lunas selain itu aku juga akan
memberikan uang pada mu untuk mengurusi segala keperluan tentang pernikahan
itu. Ayolah Ny.SANTI…… (Tn.Joko mencoba
merayu) Kalau begitu bagaimana kalau saya berikan maharnya uang sebesar 50
juta, dua buah mobil dan sebuah rumah.
Ny.SANTI :
Lima puluh juta!! (Terkejut
mendengarkan perkataan Tn.Joko)
Tn.JOKO :
Ada apa nyonya? Apakah itu kurang? Kalau memang kurang baiklah akan ku
naikkan dua kali lipatnya menjadi 100 juta. Bagai mana nyonya? (Mencoba menambahkan lagi harga yang
ditawarkan)
Ny.SANTI :
Apa… Se..Se..Se..Se..Seratus juta, mo..mo..mobil, ru..rumah..rumah (Lebih terkejut lagi mendengarkan)
Ba..ba..ba..baiklah itu mudah di atur. Tapi bagaimana dengan ketiga istri mu
itu, karena apabila mereka mengetahui tentang rencana tuan bisa-bisa semua
rencana pernikahan ini akan batal. (merasa
was-was)
Tn.JOKO :
Nyonya tak perlu khawatir masalah itu sebab aku akan mengatasinya
sendiri. Yang perlu nyonya fikirkan saat ini hanyalah bagaimana agar pernikahan
ku dengan putri bungsu nyonya dapat berlansung dengan lancar. Tapi sebaiknya
kapan hari baik itu kita lakukan?
Ny.SANTI :
Emm… bagaimana kalau minggu depan! Itupun kalau saat itu tuan tidak
sedang sibuk mengurusi pekerjaan tuan. (mencoba
menwarkan solusi)
Tn.JOKO :
(menatap Ny.Santi sambil tersenyum) Ternyata Anda memang pandai diajak untuk bekerja sama. Baiklah saya
setuju dengan keputusan Anda, tapi acara ini harus dilakukan dengan sebaik-baik
mungkin karena saya tidak mau terlihat rendah di hadapan teman-teman bisnis
saya.
Ny.SANTI :
Tenanglah tuan. Serahkan saja semuanya pada saya. Tapiiii untuk
melancarkan semua itu saya juga membutuhkan sedikit pelicin.. tuan fahamlah
maksud saya (sambil menjentik-jentikkan
jari dan mengangkat-angkat alisnya)
Tn.JOKO :
Oh.. iya, saya faham maksud nyonya (menggambil
cek yang berada di kantong jasnya dan menuliskan sejumlah uang pada lembar cek
tersebut). Apakah ini cukup? (memberikan
cek tersebut kepada Ny.Santi)
Ny.SANTI :
Yah ini lebih dari cukup. Baiklah tuan kalau begitu saya pamit dulu.
Tn.JOKO :
Saya tunggu kabar selanjutnya.
Ny.SANTI :
Akan saya kabari. (beranjak dari
tempat duduk)
ADEGAN III
(Di ruang tamu, Malam itu Hasti sedang menangis sambil
bersandar di pundak Hasna atas keputusan ibu yang akan menikahkannya)
HASTI :
Hikz…hikz…(Menangis di hadapan
kakaknya)
HENDRA :
Hasti apa yang terjadi? Kenapa kau menangis? (Berdiridi samping kedua adiknya yang sedang berpelukan)
HASTI :
Kak Hasna….. hikz..(terus
menangis)
HASNA :
Sudah-sudah jangan menangis lagi. (Berusaha
menenagkan adiknya)
HENDRA :
(Masih bingung melihat adiknya
yang terus saja menangis, akhirnya ia berusaha untuk bertanya pada Hasna) Hasna
apa yang terjadi? (tak mendapatkan
jawaban pun) Bicaralah, salah satu dari kalian harus memberitahukannya pada
ku.
HASNA :
Ibu akan menikahkan Hasti kak.
HENDRA :
Menikah? Hasti? Dengan siapa? (Terkejut
sambil duduk)
HASTI :
Tn.Joko (kembali menangis)
HENDRA :
Tuan Joko…. Tuan Joko teman ibu? Orang tua itu? Bukankah ia telah
memiiki 3 istri! Dasar tua Bangka tidak tahu diri. (Geram)
(Tiba-tiba ibu datang dari balik pintu dengan keadaan
setengah sadar)
HENDRA :
Ibu mabuk lagi! Ibu kalah judi lagikan! (kembali focus pada Hasti) ibu.. apa maksud ibu ingin menikahkan
Hasti dengan Tn.Joko?
IBU :
Apa masalahmu? Kau tidak tahu apa-apa. Aku ibunya, ibu tahu mana yang
baik untuk anak-anak ibu (duduk di kursi
sambil mengipas-ngipas)
HENDRA :
Apa ibu bilang? Baik! Baik untuk ibu, tapi tidak baik untuk Hasti. Sebaiknya
ibu memikirkan kembali keputusan ibu.
IBU :
Sudahlah Hendra, ibusaat ini tidak ingin berdebat dengan mu.
HASTI :
(Menyela pembicaraan kakak dan ibunya) Aku tidak mau menikah bu.. tidak mau… (berlari menuju kamar)
HASNA :
Hasti..hasti…..(Berlari mengejar
Hasti)
HENDRA :
Dosa apa kami sehingga memiliki ibu yang tega untuk menjual anaknya
sendiri, ibu benar-benar orang tua yang…..
IBU :
(Menampar Hendra) Plakk… kurang ajar beraninya
kau mengatakan hal seperti itu pada ku, kalau kau memang tidak suka atas
keputusan ibu, silahkan kau angkat kaki dari rumah ini.
HENDRA :
Ibu mengusirku!! Baiklah bu dengan senang hati aku akan pergi dari rumah
yang seperti neraka ini, lagi pula jika aku terus tinggal bersama ibu bisa-bisa
aku menjadi gila atas kelakuan ibu yang selalu saja menyiksa anak-anaknya
dengan keputusan yang tidak baik itu. Permisi ibu!!! (pergi meninggalkan rumah)
ADEGAN IV
(Terdengar suara jeritan Hasna dari kamar Hasti)
HASNA :
Hastiiiiii…. Tidaaaaaaaaaakkkkkkkk. (Hasna
melihat jasad Hasti d meja belajarnya dengan berlumuran darah yang keluar dari
pergelangan tangan kiri Hasti akibat irisan dari sebuah pisau)
ADEGAN V
(Ibu dan Hasna berada di ruang tamu dan terjadi
perbincangan diantara mereka setelah pulang dari pemakaman Hasti)
IBU :
Hikz…. Hikz…. Hikz… Hasti mengapa begitu cepat kau meninggalkan ibu nak!
Ibu masih belum sanggup kehilangan mu. (Menangis
sambil memeluk foto anaknya, Hasti)
HASNA :
(Jengkel melihat dan mulai berkata sinis pada ibunya) Bagaimana perasaan ibu? Heh…. Tak usah membuang-buang air mata bu.
IBU :
Apa maksud mu? (heran mendengarkan
perkataan Hasna)
HASNA :
Sudahlah bu hetikan tangisan mu itu, di ruangan ini hanya ada kita
berdua saja. Jadi, ibu tak perlu memamerkan keahlian ibu dalam berakting. Yaahh…
Seandainya ada perlombaan acting di
kampung kita pastinya ibu akan menjadi juaranya. (menyindir ibu)
IBU :
Apa maksud perkataan mu?
HASNA :
Ibu tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?
IBU :
Apa sebenarnya yang kau bicarakan? (ibu
tidak faham dengan jalur pembicaraan Hasna)
HASNA :
Dari tadi yang saya bicarakan adalah keadaan keluarga kita bu. Apakah
ibu puas dengan kejadian yang telah menimpa keluarga ini? Apakah ibu masih
ingat, ketika ayah meninggal karena korupsi, kak Hendra pergi meninggalkan
rumah dan yang terakhir adik ku satu-satunya harus mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri. Dan semua itu di sebabkan oleh ibu kandung ku sendiri. (Nada bicara Hasna mulai meninggi)
IBU :
Hentikan ocehan mu yang tidak benar itu. Asal kau tahu kematian ayahmu
itu disebabkan oleh ulahnya sendiri. Ibu tidak pernah menyuruh atau bahkan
memaksa ayahmu untuk korupsi. Lantas kakak mu sendiri, dia tidak ingin mematuhi
aturan yang ibu buat maka ia harus keluar dari rumah ini. Sedangkan adik mu,
ia…. (mencoba menjelaskan, tetapi belum
selesai ibu berkata hasna lalu memotong perkataan ibu)
HASNA :
Belum jugakah ibu menyadari kesalahan ibu, keegoisan ibu. Bu sadarlah
bahwa ayah tidak akan korupsi apabila ibu tidak meminta sesuatu yang
macam-macam pada ayah. Ayah korupsi semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan
ibu, istri ayah yang sangat ia cintai. Kak Hendra sendiri tidak akan keluar
dari rumah ini apabila ibu tidak terlalu mengekangnya dan Hasti tidak akan
bunuh diri jika ibu tidak memaksakan kehendak padanya.
IBU :
Hasna…. Plak…. (ibu menampar
Hasna)
HASNA :
Haah…. (tertawa kecil) sadarkah
ibu dengan menampar ku itu berarti ibu memang menyadari semua kesalahan ibu.
IBU :
Benarkah itu! Tapi sayangnya tidak.
HASNA :
Apa maksud ibu? (heran mendengar
perkataan ibunya)
IBU :
Hasna, kau adalah anak cerdas jelas kau pasti memahami maksud perkataan
ibu.
HASNA :
Apakah ibu bermaksud untuk….(mencoba
untuk menerka-nerka)
IBU :
Yah…. Kau benar sekali. Bahwa untuk mendapatkan segala sesuatu yang
sangat berharga aku harus mengorbankan sesuatu yang berharga pula, bukankah itu
prinsip dalam berpolitik. Maka dari itu kau harus menikahi Tn.Joko untuk
menggantikan adik mu.
HASNA :
Tidak bu, aku tidak mau menikah dengan orang yang selalu menghalalkan
segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. (menolak keinginan ibunya)
IBU :
Hey anak ku, jangan bodoh kau. Dengan menikahi tuan Joko maka bisa
dipastikan bahwa kau akan hidup bahagia dengan harta yang sangat berlimpah itu.
HASNA :
Tidak bu, aku tidak sudi. Lagi pula harta tidak akan bisa menjamin
kebahagiaan seseorang.
IBU :
Jangan membantah ini sudah menjadi keputusan mutlak ibu. (memaksa Hasna). Apapun yang kau lakukan
saat ini tidak akan mengubah keputusan ibu.
HASNA :
Aku tak mau bu. Apa belum cukup kepergian Hasti atas keputusan gila ibu,
mata ibu sudah benar-benar tertutup oleh materi. Hanya karena demi uang, ibu
rela menjual anak-anak ibu. Ibu macam apa anda? (sambil menangis).
IBU :
ibu melakukan ini bukan hanya demi ibu tetapi ibu juga memikirkan
tentang kebahagiaan kalian. Asal kau tahu saja, ibu juga sangat menyayangi
kalian selaku anak-anak ibu. Tapi kalian malah beranggapan lain.
HASNA :
Tapi bu dengan melakukan hal yang seperti ini, sama saja ibu bersikap
arogan pada anak-anak ibu dan hal itu telah menyiksa batin kami bu (menentang keputusan ibu) maaf bu untuk
kesekian kalinya lagi aku mengatakan kalau akau tidak akan pernah akan menikah
dengan Tn.Joko.. ku mohon bu akhirilah semua permainan yang ibu lakukan. (memohon kepada ibunya) Tapi kalau ibu
tidak ingin mengakhirinya maka terpaksa aku yang akan mengakhiri semuanya.
IBU :
Tidak Hasna, ibu tidak bisa. Kau karus tetap menikah dengan Tn.Joko. (tetap bersikeras)
HASNA :
Kalau memang itu sudah menjadi keputusan ibu maka maaf bu aku harus
pergi.
IBU :
Apa maksud mu Hasna?
HASNA :
(melangkah mundur dan mengambil pistol yang berada di
balik bajunya lalu mengarahkan kekepalanya) Aku menyayangi mu bu… door (timah
panas itupun menembus kepala Hasna)
IBU :
Tidaaaaaak…. (berteriak sambil
berlari memeluk anaknya yang telah berlumuran darah) Aku membunuhnya.