DIMANA MASA DEPAN?

DIMANA MASA DEPAN?

Senin, 06 Februari 2012

AKU MEMBUNUHNYA




Aku
Membunuhnya

Karya:
Sri Hastuti

SINOPSIS


 

 Dengan semakin meninggkatnya kebutuhan masyarakat pada saat ini  banyak dari pada mereka yang tidak sungkan lagi untuk mengambil jalan singkat agar dapat memenuhi segala kebutukan hidupnya. Salah satunya memaksakan kehendak pada orang lain agar mereka dapat melaksanakan kemaunnya.

Seperti halnya yang dilakukan Ny.Santi (ibu) dalam naskah ini yang rela memaksakan kehendak pada anak-anaknya agar mereka menjalankan keinginannya yang terkadang tidak masuk akal. Dan dari fenomena inilah maka naskah ini saya angkat.


TOKOH


 
1.     Ibu (Ny.Santi)    : keras, memaksakan kehendak, gila harta, dan penjudi.
2.     Hendra                : perhatian dan suka membela adiknya.
3.     Hasna                 : penyayang dan pendiam.
4.     Hasti                    : suka melawan dan mudah mengambil keputusan.
5.     Tn. Joko              : playboy dan selalu mengandalkan hartanya.







ADEGAN I
 


IBU                 :
(Berteriak mamanggil anak-anaknya)
Hendra…. Hasna….Hasti…. Cepat kemari.

HENDRA       :
(Keluar dengan membawa gitar) Ada apa bu?

IBU                 :
Dimana adik-adik mu?

HENDRA       :
Apa ibu lupa kalau ibu telah menyuruh Hasna untuk pergi berbelanja, sedangkan Hasti ia belum pulang sekolah. (Sambil duduk di kursi bermain gitar).

IBU                 :
Hentikan permainan gitar mu itu, ibu pusing mendengarkan suara bising itu tiap hari. Hendra besok kau harus ikut ibu.

HENDRA       :
Kemana bu? (bingung)

IBU                 :
Besok ibu akan membawa mu untuk bekerja di sebuah perusahaan milik paman mu.

HENDRA       :
Perusahaan! Tidak bu, aku tidak mau. (Menentang ibunya sambil berdiri dari tempat duduknya) Aku hanya ingin berkesenian, aku tidak mau konsentrasi ku di gang dengan hal-hal lain selain music.

HASNA          :
Aku pulang. (Membawa tentengan hasil belanjaannya sambil berjalan tertatih-tatih)

IBU                 :
Dari mana saja kau anak cacat? Apakah orang berbelanja membutuhkan waktu 2 jam setegah?? (Memarahi Hasna yang baru pulang dari pasar)

HASNA          :
Maafkan aku ibu, sebab tadi di perjalanan pulang terjadi demo penurunan harga BBM jadi jalanan macet total. (Mencoba menjelaskan kepada ibu)

IBU                 :
(Marah) Allllaaaah….. kau memang selalu banyak alasan, pasti kau mampir dulukan di rumah teman mu! Tidak perlu buat alasan bahwa di perjalanan tengah terjadi demo.

HASNA          :
Aku tidak bohong bu, tadi benar-benar……. (Belum sempat Hasna membela diri, tiba-tiba Hasti pulang dari sekolah)

HASTI            :
Aku pulang. Woow… hari ini benar-benar udara sangat panas.. Kak Hasna aku lapar, kakak sudah masak kan? (Sambil meletakkan tasnya di samping gitar Hendra)

IBU                 :
Apa kata mu, LAPAR! Enak sekali kau berkata seperti itu, baru pulang sekolah langsung minta makan, memangnya kau punya pembatu, anak ku ingat di rumah ini kau bukan seorang ratu. (Memarahi anaknya)

HENDRA       :
Ibu… (membentak ibunya)

HASTI            :
(Jengkel mendengarkan ocehan ibunya) Ada apa dengan ibu? Apa ibu kalah judi lagi? Apa sudah tidak ada lagi barang di rumah ini yang dapat ibu gadaikan?

IBU                 :
Kurang ajar, apa seperti itu yang di ajarkan oleh guru mu di sekolah hahh! (Berusaha menampar Hasti, tiba-tiba Hendra menghalangi tamparan ibunya)

HENDRA       :
Apa yang akan ibu lakukan! Tidak sepatutnya ibu seperti itu, Hasti masih kecil bu, ia belum dapat mengontrol perkataannya. (Menghalangi tamparan ibunya)

HASTI            :
Ibu tega ingin menampar ku! Ingat bu aku anak kandung ibu, ketika ayah masih hidup ibu tidak pernah memperlakukan aku seperti itu tapi kenapa sekarang ibu berubah. Sebagai seorang ibu, ibu sudah sangat keterlaluan.

HASNA          :
(menggandeng tangan Hasti dan mengajaknya masuk)

IBU                 :
(Sambil berteriak) Dasar kalian anak yang tidak tahu sopan santun, apa pantas kalian berkata seperti itu pada orang yang telah melahirkan kalian. Seharusnya kalian dapat menghargai saya sebagai ibu kalian.

HASTI            :
(Berhenti sejenak dan sedikit menoleh kepada ibu). Kalau ibu memang ingin dihargai maka ajarkanlah kepada kami bagai mana cara menghargai orang tua.

HENDRA       :
Tidak malukah ibu di tegur oleh anak ibu sendiri, sadarlah bu sebelum semunya terlambat. (Membawa Hasna dan Hasti masuk ke kamar, ibu menatap mereka dengan sinis)

ADEGAN II
 


(Di sebuah restoran ibu membuat janji dengan Tn.Joko)

Tn. JOKO      :
Hai Ny.SANTI, maaf karena Anda harus menunggu lama. (Bersalaman dengan Ny.SANTI)

Ny.SANTI      :
Ah… Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong ada angin apa sehingga tuan memanggil saya ke tempat ini? Kalau yang ingin tuan bicarakan tentang hutang-hutang ku pada tuan maka maaf sebab saat ini saya masih belum dapat membayar utang-utang saya itu. (Menundukkan kepala karena merasa malu atas hutang-hutangnya yang belum dapat dilunasi)

Tn.JOKO       :
Oh… Tidak, bukan seperti itu. Kau salah berprasangka.

Ny.SANTI      :
Kalau bukan itu apa? (Binggung)

Tn.JOKO       :
Begini Ny.Santi (Agak ragu-ragu). Emm… anda sudah tahukan bahwa hubungan saya dengan ketiga istri saya saat ini dalam keadaan kurang baik. Jadi saya bermaksud untuk…

Ny.SANTI      :
(Memotong perkataan Tn.Joko) Tuan bermaksud untuk menceraikan mereka?

Tn.JOKO       :
Tidak.. tidak.. tidak seperti itu.

Ny.SANTI      :
Lalu bagaimana?

Tn.JOKO       :
Saya bermaksud untuk menikah lagi.

Ny.SANTI      :
Menikah lagi? (Sambil malu-malu mengusap rambunnya) Aduh maaf tuan Karena untuk saat ini saya belum berfikir untuk menjalin hubungan rumah tangga dengan orang lain dulu.

Tn.JOKO       :
Apa dengan Anda!!! Saya tidak bermaksud menikah dengan Anda tapi dengan putri bungsu nyonya yang bernama Hasti. (Tn.Joko mencoba menyampaikan maksudnya mengundang Ny.Santi)

Ny.SANTI      :
Ohhhh….. ternyata bukan saya, ah aku jadi malu. (Terkejut) Tapi apa!! Tuan bermakud menikahi putri bungsu saya? Maaf, apakah tuan tidak salah bicara?

Tn.JOKO       :
Tidak, tidak sama sekali. Ketika aku melihat putri bungsu mu itu, aku telah menaruh hati padanya, setiap malam hanya bayang-bayang putri mu itu yang selalu hadir di fikiran ku.

Ny.SANTI      :
(Agak sedikit ragu) Tapi tuan Hasti masih kecil apalagi ia baru saja duduk di bangku SMA mana mungkin dia mau menikah, kalaupun akhirnya dia menikah bagai mana dengan sekolahnya? Jelas ia tidak akan mau melepaskan sekolahnya itu yang telah menjadi keinginan terakhir ayahnya agar ia terus melanjutkan pendidikannya. (Mencoba menjelaskan) Emm…. Tapi kalau tuan tetap bersikeras mau menikahi anak saya, bagai mana kalau dengan Hasna saja?

Tn.JOKO       :
Apa Hasna? Aduuh Ny.SANTI ni bagai mana sih! Nyoya sendiri kan tahu bagai mana keadaan anak anda yang satu itu. Mana mungkin Tn.Joko Djoyo Diningrat menikhi seorang gadis cacat, apa kata orang nANTInya. (Menolak Hasna secara mentah-mentah) Kita kembali ke Hasti, Zaman sekarang ini jangankan SMA, anak SMP saja sudah banyak yang telah menikah. Kalau masalah sekolahnya kan dia bisa pindah ke sekolah swasta yang pentingkan intinya dia masih dapat menuntut ilmu jadi tidak mesti harus di sekolah negeri. Lagi pula kalau saya dapat menikah dengan putri mu itu maka semua hutang mu pada ku akan aku anggap lunas selain itu aku juga akan memberikan uang pada mu untuk mengurusi segala keperluan tentang pernikahan itu. Ayolah Ny.SANTI…… (Tn.Joko mencoba merayu) Kalau begitu bagaimana kalau saya berikan maharnya uang sebesar 50 juta, dua buah mobil dan sebuah rumah. 

Ny.SANTI      :
Lima puluh juta!! (Terkejut mendengarkan perkataan Tn.Joko)

Tn.JOKO       :
Ada apa nyonya? Apakah itu kurang? Kalau memang kurang baiklah akan ku naikkan dua kali lipatnya menjadi 100 juta. Bagai mana nyonya? (Mencoba menambahkan lagi harga yang ditawarkan)

Ny.SANTI      :
Apa… Se..Se..Se..Se..Seratus juta, mo..mo..mobil, ru..rumah..rumah (Lebih terkejut lagi mendengarkan) Ba..ba..ba..baiklah itu mudah di atur. Tapi bagaimana dengan ketiga istri mu itu, karena apabila mereka mengetahui tentang rencana tuan bisa-bisa semua rencana pernikahan ini akan batal. (merasa was-was)

Tn.JOKO       :
Nyonya tak perlu khawatir masalah itu sebab aku akan mengatasinya sendiri. Yang perlu nyonya fikirkan saat ini hanyalah bagaimana agar pernikahan ku dengan putri bungsu nyonya dapat berlansung dengan lancar. Tapi sebaiknya kapan hari baik itu kita lakukan?

Ny.SANTI      :
Emm… bagaimana kalau minggu depan! Itupun kalau saat itu tuan tidak sedang sibuk mengurusi pekerjaan tuan. (mencoba menwarkan solusi)

Tn.JOKO       :
(menatap Ny.Santi sambil tersenyum) Ternyata Anda memang pandai diajak untuk bekerja sama. Baiklah saya setuju dengan keputusan Anda, tapi acara ini harus dilakukan dengan sebaik-baik mungkin karena saya tidak mau terlihat rendah di hadapan teman-teman bisnis saya.

Ny.SANTI      :
Tenanglah tuan. Serahkan saja semuanya pada saya. Tapiiii untuk melancarkan semua itu saya juga membutuhkan sedikit pelicin.. tuan fahamlah maksud saya (sambil menjentik-jentikkan jari dan mengangkat-angkat alisnya)

Tn.JOKO       :
Oh.. iya, saya faham maksud nyonya (menggambil cek yang berada di kantong jasnya dan menuliskan sejumlah uang pada lembar cek tersebut). Apakah ini cukup? (memberikan cek tersebut kepada Ny.Santi)

Ny.SANTI      :
Yah ini lebih dari cukup. Baiklah tuan kalau begitu saya pamit dulu.

Tn.JOKO       :
Saya tunggu kabar selanjutnya.

Ny.SANTI      :
Akan saya kabari. (beranjak dari tempat duduk)



ADEGAN III
 


(Di ruang tamu, Malam itu Hasti sedang menangis sambil bersandar di pundak Hasna atas keputusan ibu yang akan menikahkannya)

HASTI            :
Hikz…hikz…(Menangis di hadapan kakaknya)

HENDRA       :
Hasti apa yang terjadi? Kenapa kau menangis? (Berdiridi samping kedua adiknya yang sedang berpelukan)

HASTI            :
Kak Hasna….. hikz..(terus menangis)

HASNA          :
Sudah-sudah jangan menangis lagi. (Berusaha menenagkan adiknya)

HENDRA       :
(Masih bingung melihat adiknya yang terus saja menangis, akhirnya ia berusaha untuk bertanya pada Hasna) Hasna apa yang terjadi? (tak mendapatkan jawaban pun) Bicaralah, salah satu dari kalian harus memberitahukannya pada ku.

HASNA          :
Ibu akan menikahkan Hasti kak.

HENDRA       :
Menikah? Hasti? Dengan siapa? (Terkejut sambil duduk)

HASTI            :
Tn.Joko (kembali menangis)

HENDRA       :
Tuan Joko…. Tuan Joko teman ibu? Orang tua itu? Bukankah ia telah memiiki 3 istri! Dasar tua Bangka tidak tahu diri. (Geram)

(Tiba-tiba ibu datang dari balik pintu dengan keadaan setengah sadar)

HENDRA       :
Ibu mabuk lagi! Ibu kalah judi lagikan! (kembali focus pada Hasti) ibu.. apa maksud ibu ingin menikahkan Hasti dengan Tn.Joko?

IBU                 :
Apa masalahmu? Kau tidak tahu apa-apa. Aku ibunya, ibu tahu mana yang baik untuk anak-anak ibu (duduk di kursi sambil mengipas-ngipas)

HENDRA       :
Apa ibu bilang? Baik! Baik untuk ibu, tapi tidak baik untuk Hasti. Sebaiknya ibu memikirkan kembali keputusan ibu.

IBU                 :
Sudahlah Hendra, ibusaat ini tidak ingin berdebat dengan mu.

HASTI            :
(Menyela pembicaraan kakak dan ibunya) Aku tidak mau menikah bu.. tidak mau… (berlari menuju kamar)

HASNA          :
Hasti..hasti…..(Berlari mengejar Hasti)

HENDRA       :
Dosa apa kami sehingga memiliki ibu yang tega untuk menjual anaknya sendiri, ibu benar-benar orang tua yang…..

IBU                 :
(Menampar Hendra) Plakk… kurang ajar beraninya kau mengatakan hal seperti itu pada ku, kalau kau memang tidak suka atas keputusan ibu, silahkan kau angkat kaki dari rumah ini.

HENDRA       :
Ibu mengusirku!! Baiklah bu dengan senang hati aku akan pergi dari rumah yang seperti neraka ini, lagi pula jika aku terus tinggal bersama ibu bisa-bisa aku menjadi gila atas kelakuan ibu yang selalu saja menyiksa anak-anaknya dengan keputusan yang tidak baik itu. Permisi ibu!!! (pergi meninggalkan rumah)



ADEGAN IV
 


(Terdengar suara jeritan Hasna dari kamar Hasti)

HASNA          :
Hastiiiiii…. Tidaaaaaaaaaakkkkkkkk. (Hasna melihat jasad Hasti d meja belajarnya dengan berlumuran darah yang keluar dari pergelangan tangan kiri Hasti akibat irisan dari sebuah pisau)



ADEGAN V
 


(Ibu dan Hasna berada di ruang tamu dan terjadi perbincangan diantara mereka setelah pulang dari pemakaman Hasti)

IBU                 :
Hikz…. Hikz…. Hikz… Hasti mengapa begitu cepat kau meninggalkan ibu nak! Ibu masih belum sanggup kehilangan mu. (Menangis sambil memeluk foto anaknya, Hasti)

HASNA          :
(Jengkel melihat dan mulai berkata sinis pada ibunya) Bagaimana perasaan ibu? Heh…. Tak usah membuang-buang air mata bu.

IBU                 :
Apa maksud mu? (heran mendengarkan perkataan Hasna)

HASNA          :
Sudahlah bu hetikan tangisan mu itu, di ruangan ini hanya ada kita berdua saja. Jadi, ibu tak perlu memamerkan keahlian ibu dalam berakting. Yaahh… Seandainya ada perlombaan acting di kampung kita pastinya ibu akan menjadi juaranya. (menyindir ibu)

IBU                 :
Apa maksud perkataan mu?

HASNA          :
Ibu tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?

IBU                 :
Apa sebenarnya yang kau bicarakan? (ibu tidak faham dengan jalur pembicaraan Hasna)

HASNA          :
Dari tadi yang saya bicarakan adalah keadaan keluarga kita bu. Apakah ibu puas dengan kejadian yang telah menimpa keluarga ini? Apakah ibu masih ingat, ketika ayah meninggal karena korupsi, kak Hendra pergi meninggalkan rumah dan yang terakhir adik ku satu-satunya harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Dan semua itu di sebabkan oleh ibu kandung ku sendiri. (Nada bicara Hasna mulai meninggi)

IBU                 :
Hentikan ocehan mu yang tidak benar itu. Asal kau tahu kematian ayahmu itu disebabkan oleh ulahnya sendiri. Ibu tidak pernah menyuruh atau bahkan memaksa ayahmu untuk korupsi. Lantas kakak mu sendiri, dia tidak ingin mematuhi aturan yang ibu buat maka ia harus keluar dari rumah ini. Sedangkan adik mu, ia…. (mencoba menjelaskan, tetapi belum selesai ibu berkata hasna lalu memotong perkataan ibu)

HASNA          :
Belum jugakah ibu menyadari kesalahan ibu, keegoisan ibu. Bu sadarlah bahwa ayah tidak akan korupsi apabila ibu tidak meminta sesuatu yang macam-macam pada ayah. Ayah korupsi semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan ibu, istri ayah yang sangat ia cintai. Kak Hendra sendiri tidak akan keluar dari rumah ini apabila ibu tidak terlalu mengekangnya dan Hasti tidak akan bunuh diri jika ibu tidak memaksakan kehendak padanya.

IBU                 :
Hasna…. Plak…. (ibu menampar Hasna)

HASNA          :
Haah…. (tertawa kecil) sadarkah ibu dengan menampar ku itu berarti ibu memang menyadari semua kesalahan ibu.

IBU                 :
Benarkah itu! Tapi sayangnya tidak.

HASNA          :
Apa maksud ibu? (heran mendengar perkataan ibunya)

IBU                 :
Hasna, kau adalah anak cerdas jelas kau pasti memahami maksud perkataan ibu.

HASNA          :
Apakah ibu bermaksud untuk….(mencoba untuk menerka-nerka)

IBU                 :
Yah…. Kau benar sekali. Bahwa untuk mendapatkan segala sesuatu yang sangat berharga aku harus mengorbankan sesuatu yang berharga pula, bukankah itu prinsip dalam berpolitik. Maka dari itu kau harus menikahi Tn.Joko untuk menggantikan adik mu.

HASNA          :
Tidak bu, aku tidak mau menikah dengan orang yang selalu menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. (menolak keinginan ibunya)

IBU                 :
Hey anak ku, jangan bodoh kau. Dengan menikahi tuan Joko maka bisa dipastikan bahwa kau akan hidup bahagia dengan harta yang sangat berlimpah itu.

HASNA          :
Tidak bu, aku tidak sudi. Lagi pula harta tidak akan bisa menjamin kebahagiaan seseorang.

IBU                 :
Jangan membantah ini sudah menjadi keputusan mutlak ibu. (memaksa Hasna). Apapun yang kau lakukan saat ini tidak akan mengubah keputusan ibu.

HASNA          :
Aku tak mau bu. Apa belum cukup kepergian Hasti atas keputusan gila ibu, mata ibu sudah benar-benar tertutup oleh materi. Hanya karena demi uang, ibu rela menjual anak-anak ibu. Ibu macam apa anda? (sambil menangis).

IBU                 :
ibu melakukan ini bukan hanya demi ibu tetapi ibu juga memikirkan tentang kebahagiaan kalian. Asal kau tahu saja, ibu juga sangat menyayangi kalian selaku anak-anak ibu. Tapi kalian malah beranggapan lain.

HASNA          :
Tapi bu dengan melakukan hal yang seperti ini, sama saja ibu bersikap arogan pada anak-anak ibu dan hal itu telah menyiksa batin kami bu (menentang keputusan ibu) maaf bu untuk kesekian kalinya lagi aku mengatakan kalau akau tidak akan pernah akan menikah dengan Tn.Joko.. ku mohon bu akhirilah semua permainan yang ibu lakukan. (memohon kepada ibunya) Tapi kalau ibu tidak ingin mengakhirinya maka terpaksa aku yang akan mengakhiri semuanya.

IBU                 :
Tidak Hasna, ibu tidak bisa. Kau karus tetap menikah dengan Tn.Joko. (tetap bersikeras)

HASNA          :
Kalau memang itu sudah menjadi keputusan ibu maka maaf bu aku harus pergi.

IBU                 :
Apa maksud mu Hasna?

HASNA          :
(melangkah mundur dan mengambil pistol yang berada di balik bajunya lalu mengarahkan kekepalanya) Aku menyayangi mu bu… door (timah panas itupun menembus kepala Hasna)

IBU                 :
Tidaaaaaak…. (berteriak sambil berlari memeluk anaknya yang telah berlumuran darah) Aku membunuhnya.






T h e  E n d


Tidak ada komentar:

Posting Komentar